Ada sebuah ungkapan menarik dari sebuah lagu yang dilantunkan oleh Meggy Z, seorang biduan dangdut, ujarnya bahwa daripada sakit hati lebih baik sakit gigi. Menurutku, dulu, hal itu tidak tepat. Aku tidak tahu mengapa sang biduan mengungkapkan itu. Apakah karena sang biduan belum pernah sakit gigi ataukah karena aku yang belum pernah sakit hati? Yang jelas, menurutku pasti lebih sakit rasanya sakit gigi daripada sakit hati.
Suatu tempo, dulu, kala terkena pemutusan hubungan sepihak [PHS] oleh tunanganku, baru aku tahu rasanya sakit hati. Menderita. Merana. Tidak enak makan. Tidak nyenyak tidur. Saat itu untuk kali pertama aku sepakat jika sakit hati rasanya lebih sakit daripada sakit gigi.
Ternyata kesimpulanku tidak bertahan lama. Dua bulan pasca terkena PHS, gigiku sakit. Gigiku ternyata berlubang. Gede banget lubangnya. Infeksi. Gusi membengkak. Sudah tiga hari ngenyut-ngenyut. Tidak enak makan. Tidak nyenyak tidur. Hendak dicabut tapi dokter tak bernyali. Uuuh... menderita sekali. Merana. Saat dalam penderitaan inilah aku terpaksa memformat ulang pendapatku. Sakit gigi tak kalah menderita dan sama merana dengan sakit hati.
Kesimpulan ini tampaknya bertahan lama, karena setelah itu aku lebih sering sakit gigi daripada sakit hati. Berarti lebih sering pula aku menderita dan merana karena sakit gigi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar