Jumat, 31 Mei 2013

Digigit nyamuk

Suatu waktu saat mengikuti sebuah misa kudus, karena misa tersebut diadakan di ruangan terbuka dan menjelang malam hari maka serbuan nyamuk yang luar biasa menjadi sebuah persoalan. Dan, mungkin pula karena bau badanku yang agak berbeda dari kebanyakan orang maka aku pun menjadi pilihan favorit santapan malam para nyamuk. Selanjutnya konsentrasi pun mesti dibagi, separuh untuk Tuhan lalu separuh lagi untuk nyamuk. Ada maksud tertahan untuk membunuh nyamuk mengingat menjadi hal yang paradoks bila membunuh nyamuk yang mahluk Tuhan di tengah merayakan misa kudus untuk bersyukur pada Tuhan. Jurus-jurus ringan lalu dipakai untuk mengusir mereka. Dan, terlebih jangan sampai mematikan mahluk tersebut.

Tapi, kata pepatah sedalam-dalamnya laut berdasar, setinggi-tingginya gunung berpuncak. Kesabaran pun ada batas. Kejengkelan yang sudah meluap mencapai ubun-ubun memaksaku untuk mengeluarkan jurus pamungkas yang mematikan dan dengan secepat kilat, teplok...!!! Mampuslah nyamuk yang tengah menikmati darahku di sekitar punuk.

Dan tiba-tiba pula teman disebelahku wuuusss... berubah, menjelma jadi malaikat, lalu ia bersabda “misa kudus kok membunuh nyamuk. Kontra Produktif tau !” Aku melongo. Keheranan. Ada lingkaran putih terang melingkari di kepalanya. Wajahnya bersinar terang pula.

“Ups, tunggu dulu. Bukan sembarang maksud aku membunuh nyamuk,” ujarku membela diri. “Lalu...?” sahutnya.

“Aku justru menyelamatkan orang banyak dari api neraka.” Aku menjelaskan padanya. “Maksud lo ?” sahutnya lagi.

“Yah kamu bayangin deh. Dari sekian banyak orang di sini berapa orang yang terpaksa tidak konsentrasi karena gigitan nyamuk. Bila di asumsikan di sekitar tempat ini ada sepuluh nyamuk masing-masing menggigit sepuluh orang berarti ada seratus orang yang digigit. Berarti pula ada seratus orang yang tidak konsentrasi mengikuti misa. Berarti pula ada seratus calon penghuni neraka.” Ucapku panjang lebar sampai berbusa.

“Itu yang pertama. Ini yang kedua, dengan nyamuk itu mati berarti ia mati mulia. Ia akan bereinkarnasi menjadi mahluk yang lebih tinggi derajatnya. Nah... berarti aku membantunya memangkas lingkar karmanya dan mengangkat derajat kemuliaannya.” Ucapku kembali panjang lebar sampai memuncratkan air liur.

“Tapi kamu lupa saudaraku.” Jawabnya singkat. Aku menyahuti, “apa itu ?”

“ Yang bisa ia lakukan cuma bisa menggigit. Dengan menggigit, ia bisa makan. Dengan menggigit, ia mempertahankan hidup. Kalau bisa bicara maka pasti ia akan mengemis darah padamu. Kalau bisa bekerja ia akan bekerja lalu dapat uang lalu beli darah di PMI.” Ujarnya. Lalu ia berkata lagi, “lagian kan gak rugi juga darahmu disedot setitik aja kan kamu gendut. Pasti, banyak darahnya. ”

“Asem kau...”

Tapi betul juga yah kalau dipikir-pikir. Kadang kita menyalahkan orang lain atas apa yang ia kerjakan atau lakukan padahal hal itu adalah keterbatasanya, misalnya “hoi...kalau dibilangin orang tua jangan melotot matanya!” tapi ternyata emang orang itu matanya belok. Hmmm... memang kadang kita berprilaku tidak adil pada orang lain.

“Mas mbok tenang saat misa kudus ! Udah usreg terus. Ngomong terus pula.” Buset bapak disebelahku sewot karena terganggu pembicaraan kami. Lagi-lagi aku tidak adil pada orang lain. Yang digigit nyamuk aku, orang lain yang jadi terganggu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar