Selasa, 11 Juni 2013

Masyarakat Bergunjing

Tanpa disadari kita hidup dalam masyarakat yang sangat menggemari bergunjing. Memperbincangkan orang lain. Mulai dari model rambut. Make up yang terlalu tebal. Kaca mata yang terlalu mencolok. Pakaian yang norak. Cara berjalan yang lebay. Apa saja. Selalu saja ada hal dan orang yang dipergunjingkan.

Dan, di mana saja selalu bertemu dengan orang-orang yang sangat suka menggunjing orang lain. Tidak di kantor. Tidak di arisan. Tidak di rumah. Tidak saat bekerja. Tidak saat bersantai. Tidak saat memasak. Bergunjing sungguh tidak mengenal ruang dan waktu.

Gunjingan mengalir deras seperti aliran sungai. Dari mulut bergincu tebal sampai mulut beraroma rokok. Hinggap di telinga satu ke telinga lain. Cepat. Bahkan kabarnya lebih cepat dari membuat teh celup.

Gunjingan juga seperti jelangkung. Datang tak diundang pergi tak diantar. Selalu muncul hal menarik yang digunjingkan. Muncul lagi. Padahal masalah yang lama sebelum sempat diverifikasi dan klarifikasi.

Memang harus diakui bila menggunjingkan orang lain digemari banyak orang karena merupakan perpaduan antara jadi detektif sekaligus wartawan. Membongkar sebuah misteri. Top Secret. Lalu jadi hakim. Mengatakan ini bener dan ini gak bener. Lalu jadi ustad. Harusnya begini dan harusnya begitu.

Bahkan, lalu kesukaan bergunjing ini terbaca oleh bisnis, terutama bisnis hiburan, selanjutnya dikemas jadi produk andalan. Lihatlah di televisi, beragam tayangan yang bergunjing. Ada cek & ricek, silet, Kiss, insert dan masih banyak lainnya. Bisnis, sepertinya, berlomba-lomba mengajari dan memprovokasi masyarakat bergujing.

Artis yang berulang tahun. Digunjingkan, mulai dari pesta ulang tahun yang terlalu foya-foya, menghambur-hamburkan uang. Hadiah mewah yang didapat. Atau, karena perilaku hedonisnya. Seorang artis yang makan siang. Digunjingkan, makan dengan siapa. Dimana? Makan apa aja. Emang penting ! Lalu, artis yang jalan-jalan. Juga digunjingkan. Artis yang putus cinta. Digunjingkan lagi. Artis yang hendak menikah. Digunjingkan pula. Semua digunjingkan. Semua dikemas jadi berita. Berita heboh. Semua diungkap. Semua ditelajangi. Tanpa batas. Huh... lama-lama ada artis yang beol juga digunjingkan pula. Wuuu... Wesenya keren. Wuuu... tainya wangi. Wuuu... ini ! Wuuu... itu ! pokoknya wuuu... deh !

Kadang kala terasa jenuh. Sebal. Bila masalah kecil dan gak penting mulai  dipergunjingkan seolah-olah hal itu penting. Tapi kadang kala tanpa disadari terjebur juga. Basah kuyub di kedalaman pergunjingan. Hingga pada suatu titik, tersembul sebuah pertanyaan. Mengapa kita bergunjing ?

Bergunjing, menurut KBBI, berarti berbicara ( beromong-omong ) tentang kejelekan ( kekurangan ) seseorang dan sebagainya. Bila dianalisa secara sederhana, manusia adalah mahluk sosial. Sebagai mahluk sosial, manusia hidup di antara atau bersama-sama dengan manusia lain. Dalam kebersamaannya dengan manusia lain, seorang manusia pasti akan berelasi. Relasi tersebut salah satunya dengan cara berbicara. Berbicara apa saja. Bisa  tentang keluarga. Atau, tentang kebiasaan. Atau, tentang pengalaman. Semakin komplek kehidupan manusia semakin komplek pula hal yang dibicarakan. Nah, bisa jadi salah satu yang dibicarakan tentang kejelekan orang lain.

Pertanyaan selanjutnya, mengapa dia, aku, mereka, atau semua menyukai bergunjing ?

Seseorang merasa dirinya diakui oleh orang lain saat dirinya up date. Saat ia mengerti informasi terbaru ini-itu tentang seseorang yang tidak diketahui oleh orang lainnya. Bukankah bila kita melihat hirarki kebutuhan maslow, pengakuan orang lain dan aktualisasi diri merupakan kebutuhan puncak seseorang. Di saat makanan, pakaian dan tempat tinggal bukan lagi masalah maka seseorang akan memenuhi kebutuhannya akan pengakuan dari orang lain.  Dan, jika kebutuhan tersebut terpenuhi maka manusia mencapai kepuasan. Itulah yang membuat orang suka bergunjing.

Lalu, apakah bergunjing itu salah ?

Bila berdasar pada pemikiran Aristoteles (384-322 SM), bahwa manusia adalah binatang yang rasional (rational animal). Hal yang membedakan manusia dari hewan adalah kemampuannya untuk menggunakan akal budi, guna membuat keputusan dan memahami dunia tempat tinggalnya. Selanjutnya, manusia bisa menjadi manusia seutuhnya, karena ia mampu berpikir, dan bertindak seturut dengan pikirannya itu (Reza AA Watimena). Maka, bergunjing bisa menyebabkan manusia salah membuat keputusan dan memahami dunia tempat tinggalnya. Mengapa ? Karena keputusan tidak dibuat berdasarkan akal budi tetapi karena menjadikan pergunjingan sebagai data dalam mengambil keputusan. Dan, ketika seorang manusia salah membuat keputusan dan memahami dunia tempat tinggalnya, relasi dengan manusia lain atau masyarakatnya bisa terganggu. Oleh karena itu kerap dijumpai ada pertengkaran antar anggota masyarakat yang awalnya disebabkan oleh bergunjing.

Nah... makanya jangan suka bergunjing. Ngomong apa adanya. Ngobrolin hal-hal yang baik aja dari orang lain. By the way tahu gak kalau bela, tetangga sebelah, ternyata simpenan om-om loh ?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar