Minggu, 16 Juni 2013

BG 1912 E

Ada sebuah kebiasaan baru yang dalam beberapa bulan terakhir ini, baik secara sadar maupun secara spontan, kerap kulakukan yakni memandangi pelat nomor mobil. Entah saat mengendarai motor atau saat duduk manis di dalam mobil. Mataku selalu menjadi liar berburu saat berada di antara keramaian jalan. Hinggap di satu mobil dan cepat beralih ke mobil-mobil lainnya. Perburuanku terutama menargetkan mobil-mobil berwarna hitam, lebih khususnya lagi mobil yang bermerek terios. Yah, buruanku adalah sebuah mobil terios hitam.

Kebiasaan ini timbul bukan karena kegemaranku pada mobil terios. Bukan pula karena keinginanku memiliki mobil jenis tersebut. Tetapi, karena aku mencari mobil terios hitam milik ayahku yang hilang.

Ada yang mau tahu kenapa mobil itu bisa hilang ?

Begini ceritanya. Pada awal 2009, seorang bekas murid ayah menawarkan sebuah bisnis investasi, bertani uang katanya saat kali pertama menawarkan bisnis tersebut. Orang itu bernama eka efri saputra ( boleh dibaca bajingan tengik ). Saat itu, Ia memiliki sebuah perusahaan investasi berbentuk CV yang dinamai eka pioner. Dalam pemaparan, dijanjikan bila menginvestasikan sejumlah uang, minimal 10 juta rupiah, maka akan mendapatkan bunga 4% pada bulan ke tiga. Dan, bila bisa mengajak orang lain menjadi investor maka akan mendapat bagian bunga 1%. Lalu, bila bisa menginvestasikan minimal 300 juta rupiah maka dijanjikan akan beroleh bonus berupa mobil terios.

Karena bunga yang menjanjikan plus iming-iming bonus mobil maka ayah memutuskan menginvestasikan seluruh tabungannya. Beliau pun giat mencari down line untuk memenuhi target memperoleh mobil. Bahkan tak cuma itu beliau pun nekat meminjam uang di bank, dengan menggadaikan SK PNS-nya, untuk ditanamkan di bisnis investasi tersebut. Total uang yang terinvestasi sudah mencapai 170 juta rupiah, masih jauh panggang dari api. Tapi, karena sang bos adalah mantan muridnya maka perlakuan khusus pun diberikan. Ayah dijanjikan mendapat sebuah mobil terios, segera setelah mengurus syarat administrasi.

Sebuah kejanggalan yang kutemui saat ayah mengurusi syarat administrasi. Ternyata, mobil yang dijadikan bonus diperoleh dengan cara kredit, bukan dibeli tunai, yang lebih fatalnya semua dokumen kredit mengatasnamakan ayah. Jadi, dengan kata lain ayah lah yang mengredit mobil.

“Loh, mobilnya kreditan toh kung? Loh, kok semua dokumen ini pake nama kung? Kan ini hadiah jadi harusnya pake nama eka dong. Kalo ntar ada apa-apa gimana?” ujarku menegur kejanggalan ini.

“Cuma untuk administrasi tok,”  jawab ayah, singkat tapi sedikit dinadai jengkel.  Mungkin karena saat itu beliau tengah terbakar semangat memiliki mobil, yang selama ini tak pernah dimiliki oleh keluarga kami. Pun, karena watak keras kepala ayah, aku memutuskan tidak untuk meneruskan pertanyaan-pertanyaan.

Sekitar awal Januari 2012, mobil pun datang. Mobil terios hitam. Ayah tersenyum bahagia. Dan juga kedua keponakanku, Laura dan Mario, bukan kepalang gembira bak menyambut kedatangan anggota keluarga baru. Tiap saat selalu saja mereka minta naik mobil. Dan, ayah serta aku dan mbakku turut pula naik mobil. Hidupkan mesin. Hidupkan AC. Hidupkan radio. Mobilnya gak jalan gak masalah. Hmmm... beramai-ramai menghirup aroma kemewahan.

Satu minggu setelah kedatangan mobil aku pun dipaksa ayah kursus setir mobil. Siapa yang tidak mau. Aku lalu belajar nyopir di kursus setir dekat GOR Gelora Serame. Juga belajar nyopir dengan om Samiyo. Setelah mahir, kami sekeluarga hampir tiap hari selalu berkeliling kota menikmati kemewahan.

Bulan berganti. Hari pun berlalu. Setelah kurang lebih mobil sudah delapan bulan bertengger di garasi, pembayaran cicilan dari Eka Pioner mulai seret. Malahan pernah ayah harus merogoh dari kocek sendiri. Sama halnya dengan pembayaran profit kepada investor.

Sampai pada suatu hari di bulan oktober, eka efri saputra menelepon ayah. Ia  bermaksud meminjam mobil untuk akomodasi dalam rangka memperluas jaringan bisnis di Lampung. Orang itu berjanji mengembalikan mobil dua bulan kemudian. Atas dassar percaya, ayah lalu memberikan dengan sukarela.

“kagek idak dibaleke loh kung,” ujar mbakku, saat itu, mengingatkan ayah. Ayah cuma diam. Dan, tetap memberikan kunci mobil. Sampai tulisan ini dibuat. Mobil belum kembali. Dan, entah dimana mobil itu berada. Padahal segala cara sudah ditempuh untuk mencari. Mulai dari minta tolong teman yang seorang polisi. Sampai menyewa buser. Terakhir, enam bulan setelah mobil dipinjam, ayah melaporkannya ke kepolisian sebagai mobil hilang.

Entah sampai kapan mataku ini tidak lagi jadi liar saat di jalanan. Berburu. Hinggap dari satu mobil ke mobil yang lain. Mengincari mobil-mobil berwarna hitam. Tepatnya, terios hitam bernomor polisi BG 1912 E.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar