Selasa, 08 Januari 2013

Perjumpaan

Aku harus kembali ke kota ini. Dan, harus bertemu dengan teman-temanku. Bertemu untuk menyampaikan kabar. Kabar tentang aku. Berbekal ingatan, kulacak keberadaan mereka satu persatu. Bersangu segepok memori indah tentang mereka, kuberanjak segera.

Ternyata, satu tahun bukan waktu yang lama. Kehangatan. Dan, cinta masih mereka simpan cukup banyak untuk dibagikan kembali padaku. Tapi, satu tahun bukan pula waktu yang sebentar untuk tidak membuat mereka berubah. Tidak lagi sama seperti terakhir kujumpai.

Mbak okti, tubuhnya melangsing sungguh. Tambah cantik. Seksi. Tidak salah pikirku bila dulu dia bercerita bahwa dirinya pernah menjadi sekretaris di sebuah bank. “diriku setiap hari ikut senam bos,”pengakuannya padaku ditengah obrolan. Aku menelan ludah lalu tersenyum. Selain tidak tahu mesti bilang apa, tiada habis kumengagumi bodi aduhainya.

Nopi, terakhir kami berjumpa saat kursus pernikahan. Saat itu ia hendak menikah tanpa pekerjaan. Konyol. Tapi, sang pacar sudah berbadan dua. Mau tidak mau. Sekarang dia nyatpam di rumah sakit Immanuel. He..He... gak kebayang ada satpam kurus kering begitu... satpamkan biasanya badannya gempal. Tapi daripada gak makan. Mau apa...? di akhir waktuku di kota ini, kukunjungi ia sekali lagi. Kembali berbeda, ia sekarang telah menjadi ayah. Ayah dari jabang bayi kecil yang ia namai exel. Sesuai nama salah seorang personil band favoritnya, Guns n Roses.

Mas wahyu. Wah mentereng sekarang kerja dia. Kepala bagian personalia di BPK Penabur Bandarlampung. Walau tidak jarang dalam pembicaraan terungkap rasa tidak puas atas apa yang terjadi di tempat kerja. Dari dulu bahkan. Tapi, sampai saat ini tetap saja dia bercokol di sana. Yah, maklumlah, tidak punya pilihan, sebagai kepala keluarga tidak bisa seenaknya dia bisa cucuk cabut kerja. Jadi kerasan atau tidak yah tetep harus kerja.

Pak alfon. Kabar kurang sedap tentangnya kali pertama kudengar dari mas wahyu, dalam perbincangan di rumah nopi. Tentang pak alfon yang tidak lagi bekerja di SMK BPK Penabur. Aku terkejut. Tapi, bukan karena dia tidak lagi bekerja, aku sudah pernah mendengar keluhannya tentang pekerjaannya. Hal yang membuat terkejut adalah cara dia keluar kerja. Ditendang. Bagai anjing buduk yang tak berguna lagi bagi sang tuan. Aih coba saja ia dulu menuruti nasehatku untuk keluar. Lebih terhormat. Ah... tak mengapa mungkin ini jalan hidupnya. Aku menemuinya, sesuai saran istrinya, di depan pintu gerbang perumahan bukit kencana saat ia sedang menggoreng mendoan. Pak alfon memelukku sangat erat segera setelah tahu yang datang aku. Tidak pernah aku dipeluk seerat ini oleh temanku. Mungkin dalam bawah sadarnya ia hendak berbagi kisahnya. Ia masih seperti dulu. Hangat. Selengekan. Penuh semangat. Tapi sumarah. Seorang lelaki dan suami yang hebat. Kami lalu bercerita panjang lebar tentang semua peristiwa yang tidak bisa kami lewati bersama.

Perjumpaan berbuntut perpisahan. Perpisahan awal dari perjumpaan. Perpisahan menyisakan cerita. Cerita yang akan jadi menghangatkan  perjumpaan kembali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar