Jumat, 17 Juli 2015

siskamling

Karena para maling dan begal berkeliaran mengejar setoran agar tak  kalah dengan para koruptor, telah membuat situasi keamanan di kotaku menjadi tak kondusif. Sang walikota lantas menginstruksikan kepada semua warganya untuk melakukan siskamling. Tak terkecuali dan  segera. Dan tanpa menunggu lama, segenap ketua RT pun langsung mengomando warganya untuk berswadana dan bergotongroyong membangun pos ronda. Kalau tidak bisa-bisa dicopot jabatannya sebagai ketua RT.
Banyak pos ronda segera bertumbuhan di pelosok kota usai instruksi itu dikumandangkan. Bagai jamur di musim penghujan. Ada pos ronda yang jadi seadanya, yang penting ada. Ada yang lebar dan keren, plus dipulasi cat warna-warni. Dan ada juga pos ronda yang mewah, dilengkapi televisi dan dispenser. Macem-macem deh...
Gema instruksi walikota ini bergaung juga di tempatku tinggal. Lingkungan 01 RT 11 di kawasan pinggir kota. Bedanya, para warga di tempatku tinggal tidak perlu lagi bersusah payah membuat pos ronda karena kami sudah memilikinya. Kami hanya menerima jadwal ronda. Itu pun datangnya tiba-tiba. Tanpa musyawarah. Apalagi mufakat. Tapi apa daya... bukankah sebagai warga masyarakat yang baik ia harus mendukung dan berperan aktif dalam semua kegiatan di lingkungannya ? cie...
Tapi terus terang perasaan bercampur aduk saat membaca surat edaran itu. Ada perasaan sedih karena dengan adanya ronda malam berarti akan mengurangi jatah tidur malamku. Ada rasa penasaran karena baru kali ini aku terlibat kegiatan ronda malam. Ada juga perasaan senang karena bisa berjumpa para tetangga sekitar. Sekalian silahturahmi. Tapi kayaknya aku lebih merasa beruntung karena jatah rondaku jatuh pada malam minggu berarti esok paginya adalah hari minggu, hari libur. Jadi kegiatanku tidak terganggu dengan rasa kantuk setelah semalaman begadang dan selain itu bisa balas dendam tidur ha... ha... ha...
Waktu pun menggelinding cepat dan telah sampailah pada saat yang ditunggu-tunggu. Hari sabtu. Malam minggu. Waktu giliran jaga malamku. Semua persiapan telah dilakukan, mulai dari minum kopi, jaket, pentungan, dan terutama udah nyicil tidur dua jam.
Tepat jam sebelas, sesuai aturan yang ada di jadwal, aku meninggalkan rumah menuju pos ronda yang berada di seberang jalan, tepat di depan rumahku. Untung gak jauh... Sepi. Belum tampak satupun batang hidung teman sejawat lainnya. Tengok kanan. Tengok kiri. Serem. Gak ada orang satu pun. Gimana kalo yang nonggol malah om pocong, pakde gendruwo atau tante kunti wuih pasti serem deh. Segera kubuang jauh-jauh pikiran naif itu di dalam kegelapan malam. Kira-kira lima belas menit nongkrong di gardu sendirian. Masih belum ada temen. Ah biar rame... tong... tong... tong... kupukuli tiang listrik biar agak resmi sedikitlah. Sekalian cari temen.
Sepuluh menit kemudian muncul satu orang. Lumayan ada temannya. Tiga puluh menit kemudian di gardu jadi lima orang. Tepat satu jam berlalu delapan orang sudah terkumpul di gardu. Kalau sesuai surat edaran sih harusnya ada tiga belas orang. Lima orang lainnya gak tau kemana.
Setelah sedikit basa basi. Lalu dilanjutkan ngobrol ngalor ngidul. Terungkap bahwa tidak semua setuju dengan kegiatan siskamling ini. Ada yang bilang udah lelah usai kerja seharian kek... kalau week end ada kesibukan kek... gak tahan melek malam kek...gak tahan udara dingin kek... pembagian hari jaga gak konfirmasi dulu kek... Tapi ada pula yang setuju walau tidak banyak. Kesimpulan sementara banyak warga yang tidak setuju, titik.

Satu minggu berlalu. Dua minggu. Tiga minggu. Kegiatan ronda malam terus berjalan, tapi anggotanya makin berkurang. Segala cara dan daya dipakai untuk tidak siskamling misalnya ada seorang warga, sebut saja sukro, ia meminta pindah giliran jaga ke hari jumat. Tapi di hari jumat ia tidak datang. Jika ditanya oleh kelompok jumat, ia bilang sudah pindah di hari kamis. Tapi di hari kamis tidak datang. Jika ditanya oleh kelompok kamis, ia kembali bilang sudah pindah hari rabu dan seterusnya. Ada-ada saja si Sukro ini...

Ada juga yang berjuang dengan melempar wacana. Mengupah satu atau dua orang untuk menggatikan tugas siskamling. Lalu dibayar sekian rupiah. Beres. Lah tipe-tipe orang kayak begini nih biasanya ntar kalau sudah giliran di tengah-tengah nunggaknya duluan. Ada juga yang tak kalah seru usahanya agar kegiatan siskamling ini tidak berjalan yaitu dengan menyebar isu tentang hantu. Katanya ia pernah mendengar ada orang mukul-mukul tiang listrik. Lalu diikuti ke arah suara. Tapi suaranya kemudian berpindah-pindah. Sebentar ke sana. Sebentar lagi pindah lagi. Terus berpindah-pindah. Tapi orang yang yang mukul-mukul tiang listrik gak jelas siapa gerangan. Wuih seremnya... Tapi ada cerita yang lebih serem gak? Tanggung tau ceritanya...

Semua daya dan upaya dari para hater siskamling akhirnya melemah. Semuanya menemui jalan buntu. Alias gak mempan. Lagian pula sekarang malah muncul aturan baru, paska pertemuan warga RT, yang berbunyi bahwa jika ada warga yang tidak hadir saat giliran ronda maka akan dikenakan denda sebesar Rp 25.000,00. 

Yah.. mau gak mau... datanglah siskamling. Bukannya lebih banyak manfaat daripada mudaratnya misalnya pertama, bisa silahturahmi sekalian bertukar cerita dan pendapat. Syukur-syukur bisa ada deal bisnis batu akik kan lumayan. Kedua, lingkungan jadi aman. Dan ketiga, lumayan bisa menghemat Rp 25.000,00 seminggu.